Pages

Monday 16 July 2012

Living with Ligyrophobia - Ending

Ligyrophobia / Phonophobia 

a fear of loud sounds. It can also mean a fear of voices, or a fear of one's own voice.For example, listening to a CD that starts with a minute of silence and then suddenly goes into loud rock example would be extremely startling for most people, assuming they had no prior knowledge of the content of the CD. Being startled is in itself a normal reaction, but the key difference is that people with ligyrophobia actively fear such an occurrence. (wikipedia)



Fobia suara keras. Tiga kata yang membuat orang tua ku tertegun. Ya, selama ini rasa panik yang menjalari setiap aku mendengar musik keras, TV adalah salah satu bentuk reaksi dari ketakutanku. Aku yang masih duduk di kelas 3 SD bertanya-tanya maksud fobia. Seingatku dari majalah Bobo, orang yang mengidap fobia bisa bermacam-macam. Mulai dari fobia ketinggian bahkan yang teraneh sekalipun yaitu fobia terhadap seruling. Dari majalah Bobo pun digambarkan dengan ilustrasi menarik, tidak akan seseram ini hingga ke psikiater. Ah, pikiranku makin kacau.

Semenjak pergi ke psikiater, kegiatan mama mulai berubah. Les keyboard menjadi rutinitasku tiap minggu. Mama mulai sering membeli kaset-kaset lagu dan bernyanyi sendiri. Aku yang masih belum paham dan hanya sekedar tahu bahwa aku fobia suara keras sekedar mengikuti. Hal teraneh pun saat mama ikut menemaniku belajar di kelas dan duduk di sebelahku ! Memalukan, sungguh. Tapi yang kuingat saat itu aku di puncak ketakutanku. Apa yang kudengar adalah hal yang kutakuti. Yang aku tau, suara itu menakutkan dan seluruh badanku akan memberi reaksi berlebihan jika mendengar suara keras. 

***

Tiga tahun berjuang menyembuhkan fobiaku, dan mama berhasil. Hari itu aku berada di Sidoarjo. Medali mayoret terbaik kedua tingkat SD untuk kejuaraan provinsi. Mayoret ? Berarti ? Drum Band ? Ya, aku berhasil melawan fobiaku. Semenjak mama mengajakku berlatih piano, mama mengenalkan bahwa musik itu tidak akan menyakitiku. Suara itu menyenangkan untuk didengar. Sedikit demi sedikit, piano menjadi candu ! Aku berhasil, ya.... Mama berhasil....

***

Fobia. Bukan sekedar kata yang bisa kalian permainkan begitu saja. Fobia berdampak dalam seluruh kegiatan si penderita bila kasusnya parah. Penderita fobia juga tidak bisa sembuh seketika ketika diminta menghilangkan rasa takutnya. Fobia balon, cahaya, emas dan lain sebagainya adalah hal sepele yang orang umum tidak akan takut bahkan peduli. Sebenarnya, kebanyakan dari kita fobia terhadap ruangan kecil dan tertutup. Tapi, fobia berbeda dengan rasa takut. Kejadian traumatis lah yang membuat pengidapnya beragam. Kalian tahu korban bom Bali ? Banyak dari mereka yang sebelumnya tidak takut terhadap suara keras, namun korban yang selamat itu menghindari kontak dengan suara keras lambat laun. Hal itu tak lain karena dari ledakan tersebut menghasilkan bunyi yang memekakkan telinga dan menyuguhi hal traumatis untuk dikenang. 

Bukan hanya itu, fobia bisa dirasakan oleh semua umur. Seorang remaja yang menyalakan PC dan berniat untuk bermain game, tak disangka, speaker diatur dalam volume maksimal. Alhasil, rasa kaget yang begitu mengejutkan berlanjut dan membuatnya berhenti dari segala aktivitasnya.

Jadi kawan, jangan anggap sepele hal di sekitarmu. Jangan bermain dengan rasa takutmu. Lawan dan cari sumbernya. Bagi sebagian orang, hal ini sepele bahkan tidak disadari. Kurang lebih hanya 15% penduduk bumi yang menderita fobia suara keras. Lainnya ? Tak kunjung sembuh. Fobia bisa diatasi jika kita yakin dan mau mencari sumbernya. Mengenal asal takut kita dan cari motivasi orang terdekat.  

Well, itu semua tentang pengalaman diri sendiri. Klik disini untuk lebih mengenal macam-macam fobia. Terima kasih untuk mama, papa, bunda Heni, tante Hetty, pak Herman, temen SD, semua :D untuk kesabaran, kenangan, dan kasih.


If we let things terrify us, life will not be worth living.



cerita canda ceriwis