Pages

Monday 16 July 2012

Living with Ligyrophobia - Chronology

halo bloggah :D
kepikiran buat nulis post ini karna smpet nge-google dan banyak banget orang yang mengalami hal serupa dan rata-rata masih bertanya-tanya. sekedar berbagi pengalaman sendiri. semoga berguna :)



***

jum'at -- / -- / 2002

siang itu seperti biasa, musik mengalun dari samping sekolah. ya, teras kecil itu setiap Jum'at jam 10 pagi selalu digunakan untuk berlatih menari bagi murid perempuan dari kelas 1 hingga 4 SD. Fia, salah satu temanku menarik tanganku, berlari ke arah sebaliknya. Ia mengajakku ke kantin untuk menemaninya membeli es krim sebelum latihan dimulai. "Fia, nanti Pak Herman marah." sergahku. Tapi, Fia tetap tertawa riang sambil meneruskan celotehnya, alhasil kami datang terlambat di latihan menari itu.

Alunan musik jawa makin mendayu, instrumen gamelan bersahutan, ciri khas Langgam Jawa. Fia pun bercanda kepadaku sambil tertawa, entah karen rasa bosan atau memang ingin bermain. Tanganku sendiri ikut membalas gurauannya. Tapi, siapa sangka, guru menari ku datang menghampiri.

"Ini rame terus ya dari tadi ! Hah ? Ketawa terus-terusan." 

Ranting kayu menghampiri lenganku dengan lecutan kecil. 

Glong..... Glong..... (suara musik Jawa)


***

"Ma, kecilkan TVnya !" teriakku dari balik kamar yang kebetulan berbatasan langsung dengan ruang TV. "Kak, ini sudah kecil banget, mama aja yang disini nggk jelas dengernya." jawab mamaku santai. Bantal kembali ku dekap, nafas kembali ku atur. Keringat dingin mengalir, pikiranku kacau. Ah, aku tidur saja, besok pasti sudah lebih lega.

Berminggu-minggu setelahnya, aku selalu memilih tidak masuk setiap hari Jum'at. Apalagi kalau bukan menghindari latihan menari. Alasanku pusing. Ternyata, makin lama, mama tidak tahan dengan alasanku dan memilih untuk menanyaiku sembarang kalir. Mama juga semakin pusing melihat nilaiku yang semakin turun dan seringnya aku membolos sekolah. Aku sendiri tidak tau mengapa. Hanya rasa cemas, jantung berdebar, rasa ingin pergi, dan ingin menangis yang aku rasakan jika akan berlatih menari di sekolah.


                                                                            ***

"Ayo ikut !" tariknya. Aku meronta-ronta, menangis hingga menjerit. Hari itu hari Jum'at dan wali kelasku menarikku untuk ikut berlatih menari karena hanya aku saja anak perempuan yang tinggal di kelas. Aku menangis makin keras dan berusaha melepaskan diri. Berhasil ! Aku segera berlari ke luar sekolah, pergi ke TK adek yang tidak jauh dari sekolahku dan mencari satu orang. Mama. Aku hampiri mama dengan wajah sembab, seragam kusut dan tangis yang terbata-bata. Antara malu dan kasihan, mama segera memelukku.

***


Mama semakin pusing. Aku pulang dengan wajah penuh tangis. Di tanganku, ada buku dengan salah satu halaman yang dirobek secara sengaja. Aku menceritakan kejadian sebenarnya, dan mama meradang. Nilaiku yang makin turun di rapot salah satunya tidak diisi oleh guru. Mama membawa permasalahan ini ke sekolah dan jadilah... aku dikucilkan. Tidak, sebenarnya aku tak punya teman semenjak kejadian itu. Semenjak aku sering tidak masuk dan meronta di depan kelas. Tanpa aku sadari, aku menjauh dari teman-teman. Dikelilingi oleh mereka justru tak membuatku nyaman. Aku lebih memilih di dalam kelas, menyendiri. Namun, aku sendiri ingin berteman tapi tak berani. Akhirnya salah satu siswi tercantik di kelasku memanggilku. "Ratna, belikan aku bakso dong, nanti mainan bareng yuk." Aku langsung mengiyakan dan segera membelikannya bakso. Ketika aku menghampiri kawananya, si cantik itu menjawab ,"Gampang ya dibohongin. Males temenan sama anak yang takutan, hahahaha."

sinetron banget ya, tapi ini kenyataan. --"

Mama menyadari perubahanku yang drastis, tak punya teman, nilai menurun, jarang masuk, dan yang paling utama, takut menonton TV. Aku sering menutup telinga dan menangis di pelukan mamaku, beliau hanya bersedih mellihat anak perempuannya.

***

Keputusan terakhir, mama membawaku kepada psikiater. Aku sudah lupa bagaimana aku bisa bercerita panjang lebar, dan akhirnya mendapatkan suatu vonis. Ya, ketetapan yang kelak mengubah hidupku....

(bersambung)